Di bulan
Ramadhan ini setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan
menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun
ada di antara kaum muslimin yang melakukan puasa, dia tidaklah mendapatkan
apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang menghinggapi tenggorokannya. Inilah
yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur lagi
membawa berita yang benar,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ
الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa
banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut
kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir
dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At
Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi -yaitu
shohih dilihat dari jalur lainnya-)
Apa di balik
ini semua? Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia
telah susah payah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari?
Saudaraku,
agar engkau mendapatkan jawabannya, simaklah pembahasan berikut mengenai
beberapa hal yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia -semoga Allah
memberi taufik pada kita untuk menjauhi hal-hal ini-.
1.
Jauhilah Perkataan Dusta (az zuur)
Inilah
perkataan yang membuat puasa seorang muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar
dan dahaga saja.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ
وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah
tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no.
1903)
Apa yang
dimaksud dengan az zuur? As Suyuthi mengatakan bahwa az zuur
adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya
berarti melakukan perbuatan keji yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah
larang. (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah)
2.
Jauhilah Perkataan lagwu (sia-sia) dan rofats (kata-kata porno)
Amalan yang
kedua yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan lagwu
dan rofats.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ
وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ
أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa
bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan
menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang
mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku
sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih
At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Apa yang
dimaksud dengan lagwu? Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy
mengatakan,
اللَّغْو الْكَلَام الَّذِي لَا أَصْل
لَهُ مِنْ الْبَاطِل وَشَبَهه
“Lagwu
adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.”
Lalu apa
yang dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar
mengatakan,
وَيُطْلَق عَلَى التَّعْرِيض بِهِ
وَعَلَى الْفُحْش فِي الْقَوْل
“Istilah Rofats
digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan
keji.”
Al Azhari
mengatakan,
الرَّفَث اِسْم جَامِع لِكُلِّ مَا
يُرِيدهُ الرَّجُل مِنْ الْمَرْأَة
“Istilah rofats
adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita.” Atau
dengan kata lain rofats adalah kata-kata porno.
Itulah di
antara perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa
banyak orang yang masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan
kata-kata kotor, dusta, sia-sia dan menggunjing orang lain.
3.
Jauhilah Pula Berbagai Macam Maksiat
Ingatlah
bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang
yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Perhatikanlah saudaraku
petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali berikut:
“Ketahuilah,
amalan taqarrub (mendekatkan diri) pada Allah ta’ala dengan
meninggalkan berbagai syahwat yang mubah ketika di luar puasa (seperti makan
atau berhubungan badan dengan istri, -pen) tidak akan sempurna hingga
seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia
larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah
darah, harta dan kehormatan.” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)
Jabir bin
‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus:
“Seandainya
kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut
berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga.
Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari
puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al Ma’arif,
1/168, Asy Syamilah)
Itulah
sejelek-jelek puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan
maksiat masih terus dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan
lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,
أَهْوَنُ الصِّيَامُ تَرْكُ
الشَّرَابِ وَ الطَّعَامِ
“Tingkatan
puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”
Itulah puasa
kebanyakan orang saat ini. Ketika ramadhan dan di luar ramadhan, kondisinya
sama saja. Maksiat masih tetap jalan. Betapa banyak kita lihat para
pemuda-pemudi yang tidak berstatus sebagai suami-istri masih saja berjalan
berduaan. Padahal berduaan seperti ini telah dilarang dalam sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, namun hal ini tidak diketahui dan diacuhkan begitu saja
oleh mereka.
Dari Ibnu
Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ
إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Janganlah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama
mahramnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ
بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ
مَحْرَمٍ
“Janganlah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya
karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua
kecuali apabila bersama mahromnya. (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi –shohih dilihat dari
jalur lain-)
Apalagi
dalam pacaran pasti ada saling pandang-memandang. Padahal Nabi kita –shallallahu
‘alaihi wa sallam- telah memerintahkan kita memalingkan pandangan dari
lawan jenis. Namun, orang yang mendapat taufik dari Allah saja yang bisa
menghindari semacam ini. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
Aku bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma
selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku. (HR. Muslim no.
5770)
Kalau di
luar Ramadhan, perbuatan maksiat semacam ini saja jelas-jelas dilarang maka
tentu di bulan Ramadhan lebih tegas lagi pelarangannya. Semoga kita termasuk
orang yang mendapat taufik dari Allah untuk menjauhi berbagai macam maksiat
ini.
Apakah
Dengan Berkata Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang Menjadi Batal?
Untuk
menjelaskan hal ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rojab berikut, “Mendekatkan
diri pada Allah ta’ala dengan meninggalkan perkara yang mubah tidaklah
akan sempurna sampai seseorang menyempurnakannya dengan meninggalkan
perbuatan haram. Barangsiapa yang melakukan yang haram (seperti berdusta) lalu
dia mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah (seperti makan
di bulan Ramadhan), maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang
wajib lalu dia mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang semacam ini tetap
dianggap sah menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu orang yang
melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqodho’)
puasanya. Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan
yang dilarang karena sebab khusus dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan
yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama.”
Ibnu Hajar
dalam Al Fath (6/129) juga mengatakan mengenai hadits perkataan zuur
(dusta) dan mengamalkannya:
“Mayoritas
ulama membawa makna larangan ini pada makna pengharaman, sedangkan batalnya
hanya dikhususkan dengan makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri).”
Mula ‘Ali Al
Qori dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih (6/308) berkata,
“Orang yang berpuasa seperti ini sama keadaannya dengan orang yang haji yaitu
pahala pokoknya (ashlu) tidak batal, tetapi kesempurnaan pahala yang
tidak dia peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus
dosa karena maksiat yang dia lakukan.”
Kesimpulannya: Seseorang yang masih gemar
melakukan maksiat di bulan Ramadhan seperti berkata dusta, memfitnah, dan
bentuk maksiat lainnya yang bukan pembatal puasa, maka puasanya tetap sah,
namun dia tidak mendapatkan ganjaran yang sempurna di sisi Allah. –Semoga kita
dijauhkan dari melakukan hal-hal semacam ini-
Ingatlah
Suadaraku Ada Pahala yang Tak Terhingga di Balik Puasa Kalian
Saudaraku,
janganlah kita sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga
saja. Marilah kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi kesempurnaan
pahala puasa kita. Sungguh sangat merugi orang yang melewatkan ganjaran yang
begitu melimpah dari puasa yang dia lakukan. Seberapa besarkah pahala yang
melimpah tersebut? Mari kita renungkan bersama hadits berikut ini.
Dalam
riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ
يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى »
“Setiap
amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari
kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali
puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena
dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Muslim no.
1151)
Lihatlah
saudaraku, untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10 hingga 700
kali dari kebaikan yang semisal. Namun, lihatlah pada amalan puasa, khusus
untuk amalan ini Allah sendiri yang akan membalasnya. Lalu seberapa besar
balasan untuk amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadits di atas,
perhatikanlah penjelasan Ibnu Rojab berikut ini:
“Hadits di
atas adalah mengenai pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan
menjadi 10 kebaikan hingga 700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, tak
terbatas lipatan ganjarannya dalam bilangan-bilangan tadi. Bahkan Allah ‘Azza
wa Jalla akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan
yang tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar. Mengenai
ganjaran sabar, Allah ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas.”
(QS. Az Zumar [39]: 10). Bulan Ramadhan juga dinamakan dengan bulan sabar. Juga
dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa
adalah setengah dari kesabaran.” (HR. Tirmidzi, Syaikh Al Albani dalam Shohih
wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir no. 2658 mengatakan bahwa hadits ini dho’if
, -pen)
Sabar ada
tiga macam yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam menjauhi larangan
dan sabar dalam menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan. Dan dalam
puasa terdapat tiga jenis kesabaran ini. Di dalamnya terdapat sabar dalam
melakukan ketaatan, juga terdapat sabar dalam menjauhi larangan Allah yaitu
menjauhi berbagai macam syahwat. Dalam puasa juga terdapat bentuk sabar
terhadap rasa lapar, dahaga, jiwa dan badan yang terasa lemas. Inilah rasa
sakit yang diderita oleh orang yang melakukan amalan taat, maka dia pantas
mendapatkan ganjaran sebagaimana firman Allah ta’ala,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ
ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ
مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا
كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ
الْمُحْسِنِينَ
“Yang
demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan
kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang
membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana
kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu
suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang berbuat baik.” (QS. At Taubah [9]: 120).” -Demikianlah penjelasan Ibnu
Rojab (dalam Latho’if Al Ma’arif, 1/168) yang mengungkap rahasia
bagaimana puasa seseorang bisa mendapatkan ganjaran tak terhingga, yaitu karena
di dalam puasa tersebut terdapat sikap sabar.-
Saudaraku,
sekali lagi janganlah engkau sia-siakan puasamu. Janganlah sampai engkau hanya
mendapat lapar dan dahaga saja, lalu engkau lepaskan pahala yang begitu
melimpah dan tak terhingga di sisi Allah dari amalan puasamu tersebut.
Isilah
hari-harimu di bulan suci ini dengan amalan yang bermanfaat, bukan dengan
perbuatan yang sia-sia atau bahkan mengandung maksiat. Janganlah engkau
berpikiran bahwa karena takut berbuat maksiat dan perkara yang sia-sia,
maka lebih baik diisi dengan tidur. Lihatlah suri tauladan kita memberi contoh
kepada kita dengan melakukan banyak kebaikan seperti banyak berderma, membaca
Al Qur’an, banyak berzikir dan i’tikaf di bulan Ramadhan. Manfaatkanlah waktumu
di bulan yang penuh berkah ini dengan berbagai macam kebaikan dan jauhilah
berbagai macam maksiat.
Semoga Allah
memberi kita petunjuk, ketakwaan, kemampuan untuk menjauhi yang larang dan
diberikan rasa kecukupan.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Selesai
disusun menjelang Ashar di Panggang, Gunung Kidul
22 Sya’ban 1429 H [bertepatan dengan 24 Agustus 2008]
Semoga Allah membalas amalan ini
22 Sya’ban 1429 H [bertepatan dengan 24 Agustus 2008]
Semoga Allah membalas amalan ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar